Dengan hanya mengandalkan pengamatan, kita tidak mungkin menggambarkan bagaimana ujud alam semesta ini. Maka diperlukanlah suatu model matematis yang dapat menjelaskan "bentuk" alam semesta ini termasuk evolusinya. Di bagian terdahulu telah dibahas sekilas tentang model alam semesta, khususnya tentang penciptaanya dan pengembangannya. Kini akan dibahas tentang "geometri" alam semesta.
Dengan menggunakan solusi kosmologis persamaan Einstein dan Prinsip Kosmologis yang menganggap bahwa alam semesta homogen di mana pun dan isotropik di setiap titik di alam, didapatkan dua model alam semesta:
1. "terbuka" atau tak berhingga;
2. "tertutup" atau berhingga tak berbatas.
Prinsip Kosmologis tersebut didasarkan hasil pengamatan bahwa alam semesta nampaknya homogen dan isotropik (galaksi-galaksi nampak tersebar seragam ke segala arah).
Untuk menentukan model mana yang benar diperlukan informasi tentang massa total alam semesta ini. Seandainya seluruh materi di alam ini tidak cukup banyak untuk mengerem pengembangan maka alam semesta akan terus mengembang dan berarti alam semesta ini "terbuka" atau tak berhingga. Tetapi jika massanya cukup besar, maka pengembangan alam semesta akan direm, akhirnya berhenti dan mulai mengerut lagi. Kalau ini yang terbukti berarti alam semesta "tertutup" atau bersifat "berhingga tak berbatas".
Sifat alam semesta "berhingga tak berbatas" itu dapat diilustrasikan dalam dua dimensi pada bola bumi (sesungguhnya alam berdimensi empat, tiga dimensi ruang dan satu dimensi waktu). Bola itu berhingga ukurannya namun tak berbatas, tak bertepi. Garis-garis lintang analog dengan "ruang" alam semesta ini dan garis-garis bujur analog dengan "waktu". Perjalanan "ruang-waktu" alam ini bermula dari kutub utara menuju kutub selatan. Kita menelusuri garis bujur. Dengan bertambah jauh kita menelusurinya (atau bertambah "waktu"-nya) kita akan jumpai lingkaran-lingkaran lintang yang bertambah besar (atau "ruang" alam semesta mengembang). Setelah mencapai maksimum di khatulistiwa, kemudian lingkaran lintang pun mulai mengecil lagi. Seperti itu pula alam semesta mulai mengerut. Bila kita berjalan sepanjang garis lintang, kita akan kembali ke titik semula. Sama halnya dengan sifat "ruang" alam semesta yang tak berbatas itu. Cahaya yang kita pancarkan ke arah mana pun, pada prinsipnya, akan kembali lagi dari arah belakang kita. Bila model ini benar, pada prinsipnya, kita akan bisa melihat galaksi Bima Sakti (galaksi kita) berada di antara galaksi-galaksi yang jauh (galaksi luar).
Sampai saat ini belum dapat diputuskan model mana yang benar karena belum adanya bukti observasi yang betul-betul meyakinkan. Pengamatan Deuterium yang dilakukan satelit Copernicus pada tahun 1973 menghasilkan jumlah Deuterium 0.00002 kali jumlah Hidrogen. Sebenarnya ini merupakan alasan terkuat yang mendukung model alam "tak berhingga". Tetapi banyak yang meragukan kecermatan pengukurannya. Maka sampai saat ini kedua kemungkinan itu masih terbuka. Kita masih menantikan observasi yang lebih cermat dan teori yang lebih baik untuk menafsirkannya.
Bagaimanakah konsep Al-Qur'an dalam model alam semesta ini? Nampaknya sangat mirip dengan model alam semesta "tertutup". Alam semesta akan berhenti mengembang dan mulai mengerut. Hal ini akan dibahas dalam bagian mendatang dalam bahasan hari kehancuran alam.
Rabu, Februari 11, 2009
"Model Alam Semesta"
Diposting oleh
Rid_One
di
08.41
Label: Semesta Alam
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar